Indonesia mempunyai cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian besar dalam cadangan porphyry dengan kadar Cu dalam bijih beragam antara 0,1-2%. Di samping Cu, biasanya bijih berasosisasi dengan logam lain seperti emas (Au), Perak (Ag) dan logam jarang seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-lain. Beberapa jenis bijih Cu yang ada adalah Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) dengan beberapa pengotor seperti Pyrite (FeS2), Magnetite (Fe3O4), Hematite (Fe2O3), ataupun Quartz (SiO2). Disebabkan kebanyakan mineral sulfida maka akan lebih efektif jika proses awal yang dilakukan adalah “Pengkonsentrasian” dengan menggunakan proses flotasi serta Gravity jika memang dalam bijih banyak emas (Au) dalam bentuk Native.
Process flotasi secara umum tidak begitu sulit, seperti pada tulisan sebelumnya flotasi CuS tidak jauh berbeda dengan PbS dan ZnS. Intinya adalah sama-sama mineral sulfide, yang bisa diambil dengan reagent Xanthate. Reagent lain bisa digunakan untuk mengambil bijih tembaga secara khusus, sebagai contoh Merkapto Benzo Tyazone (MBT) yang efektif untuk mengambil Bornite dan Calcopyrite. Secara umum proses flotasi untuk bijih tembaga adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Flotation Flowsheet Diagram
Konsentrat yang dihasilkan biasanya berkadar Cu 20-30% tergantung dari bijih dan proses flotasinya sedangkan ikutannya untuk Emas sekitar 10-30 gpt dan Perak sekitar 30-70 gpt tergantung kadar logam tersebut dalam bijih. Namun yang bisa dipastikan untuk bijih dengan kadar bijih >0,5 % maka recovery Cu bisa 85-90% sedangkan Emas dan Perak hanya mengikuti saja sekitar 75% dan 65%, semakin tinggi recovery Cu maka semakin tinggi juga recovery Au dan Ag.
Bagi perusahaan yang mempunyai proses peleburan langsung maka konsentrat yang didapatkan bisa dilebur langsung, namun bagi perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas peleburan biasanya konsentrat dijual dengan harga Internasional dan recovery (diskon) pasar (tergantung negosiasi juga). Ada beberapa proses yang ada di dunia ini untuk teknologi peleburan secara continous, salah satunya adalah Mitsubishi Process yang ada di PT. Smelting Gresik. Teknologi lain adalah Flash Smelter dan Flash Conventer dari Outotek (Outocumpu). Apapun teknologi yang digunakan, namun yang pasti adalah proses yang diambil adalah proses oksidasi:
2CuS + 3O2 = 2CuO + 2SO2
CuO + Flux = Cu + Slag
SO2 + H2O + ½ O2 = H2SO4
Tentu saja bukan hanya itu reaksi yang terjadi, banyak mineral lain yang bereaksi namun intinya tetap sama. Jika dilihat dari reaksi yang kemungkinan tejadi, maka sesungguhnya tidak ada yang terbuang dari proses peleburan konsentrat tembaga ini. Gas yang dihasilkan bisa ditangkap untuk dijadikan asam sulfat (H2SO4) untuk dijual ke Pabrik Pupuk, Slag yang dihasilkan bisa dijadikan campuran semen dan dijual ke Pabrik Semen, Energi yang dihasilkan dari reaksi exotherm ini digunakan untuk PLTU guna memenuhi kebutuhan proses lebih lanjut. Sungguh tepat PT. Smelting didirikan di Gresik, dekat dengan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik. Selain semua itu, masih juga dihasilkan Anode Slime yang mempunyai kandungan Au, Ag dan logam jarang dengan kadar yang cukup tinggi. Jadi perbedaan teknologi yang ada adalah mengenai efisiensi yang dihasilkan saja.
Berikut contoh diagram alir proses yang dimiliki oleh Outotek:
Gambar 2. Proses Peleburan Tembaga
Copper Anode yang dihasilkan masih harus dilakukan electrorefining agar Tembaga yang dihasilkan menjadi murni. Proses electrorefining mirip dengan electrolisa hanya saja menjadikan logam campuran sebagai Anoda dan didapatkan logam murni di Katoda, sehingga setelah dilakukan electrorefining dan peleburan lanjut didapatkan Copper Cathode. Sedangkan sisa yang ada di anoda disebut dengan “Anode Slime”.
Sampai saat ini belum ada pengolahan Anode Slime di Indonesia dengan Recovery >99,2% sehingga anode slime yang dihasilkan oleh PT. Smelting pun saat ini masih dimurnikan (dijual) ke luar negeri. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengambil Au, Ag dan logam jarang yaitu jalur hidrometalurgi dan jalur paduan piro-hidrometalurgi. Mudah-mudahan ke depan Indonesia mempunyai dan bisa mengolah dari bijih hingga dihasilkan logam murni baik Cu, Au, Ag, Pd, Se dll. Masalah yang ada bukanlah masalah teknologi karena banyak orang Indonesia yang pandai dan sudah berpengalaman. Masalah terbesar adalah kekuatan pendanaan serta kekuatan kemauan dan politik.