Wednesday, May 27, 2009

Proses Pengolahan Bijih Tembaga


Indonesia mempunyai cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian besar dalam cadangan porphyry dengan kadar Cu dalam bijih beragam antara 0,1-2%. Di samping Cu, biasanya bijih berasosisasi dengan logam lain seperti emas (Au), Perak (Ag) dan logam jarang seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-lain. Beberapa jenis bijih Cu yang ada adalah Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) dengan beberapa pengotor seperti Pyrite (FeS2), Magnetite (Fe3O4), Hematite (Fe2O3), ataupun Quartz (SiO2). Disebabkan kebanyakan mineral sulfida maka akan lebih efektif jika proses awal yang dilakukan adalah “Pengkonsentrasian” dengan menggunakan proses flotasi serta Gravity jika memang dalam bijih banyak emas (Au) dalam bentuk Native.

Process flotasi secara umum tidak begitu sulit, seperti pada tulisan sebelumnya flotasi CuS tidak jauh berbeda dengan PbS dan ZnS. Intinya adalah sama-sama mineral sulfide, yang bisa diambil dengan reagent Xanthate. Reagent lain bisa digunakan untuk mengambil bijih tembaga secara khusus, sebagai contoh Merkapto Benzo Tyazone (MBT) yang efektif untuk mengambil Bornite dan Calcopyrite. Secara umum proses flotasi untuk bijih tembaga adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Flotation Flowsheet Diagram

Konsentrat yang dihasilkan biasanya berkadar Cu 20-30% tergantung dari bijih dan proses flotasinya sedangkan ikutannya untuk Emas sekitar 10-30 gpt dan Perak sekitar 30-70 gpt tergantung kadar logam tersebut dalam bijih. Namun yang bisa dipastikan untuk bijih dengan kadar bijih >0,5 % maka recovery Cu bisa 85-90% sedangkan Emas dan Perak hanya mengikuti saja sekitar 75% dan 65%, semakin tinggi recovery Cu maka semakin tinggi juga recovery Au dan Ag.

Bagi perusahaan yang mempunyai proses peleburan langsung maka konsentrat yang didapatkan bisa dilebur langsung, namun bagi perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas peleburan biasanya konsentrat dijual dengan harga Internasional dan recovery (diskon) pasar (tergantung negosiasi juga). Ada beberapa proses yang ada di dunia ini untuk teknologi peleburan secara continous, salah satunya adalah Mitsubishi Process yang ada di PT. Smelting Gresik. Teknologi lain adalah Flash Smelter dan Flash Conventer dari Outotek (Outocumpu). Apapun teknologi yang digunakan, namun yang pasti adalah proses yang diambil adalah proses oksidasi:

2CuS + 3O2 = 2CuO + 2SO2

CuO + Flux = Cu + Slag

SO2 + H2O + ½ O2 = H2SO4

Tentu saja bukan hanya itu reaksi yang terjadi, banyak mineral lain yang bereaksi namun intinya tetap sama. Jika dilihat dari reaksi yang kemungkinan tejadi, maka sesungguhnya tidak ada yang terbuang dari proses peleburan konsentrat tembaga ini. Gas yang dihasilkan bisa ditangkap untuk dijadikan asam sulfat (H2SO4) untuk dijual ke Pabrik Pupuk, Slag yang dihasilkan bisa dijadikan campuran semen dan dijual ke Pabrik Semen, Energi yang dihasilkan dari reaksi exotherm ini digunakan untuk PLTU guna memenuhi kebutuhan proses lebih lanjut. Sungguh tepat PT. Smelting didirikan di Gresik, dekat dengan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik. Selain semua itu, masih juga dihasilkan Anode Slime yang mempunyai kandungan Au, Ag dan logam jarang dengan kadar yang cukup tinggi. Jadi perbedaan teknologi yang ada adalah mengenai efisiensi yang dihasilkan saja.

Berikut contoh diagram alir proses yang dimiliki oleh Outotek:


Gambar 2. Proses Peleburan Tembaga

Copper Anode yang dihasilkan masih harus dilakukan electrorefining agar Tembaga yang dihasilkan menjadi murni. Proses electrorefining mirip dengan electrolisa hanya saja menjadikan logam campuran sebagai Anoda dan didapatkan logam murni di Katoda, sehingga setelah dilakukan electrorefining dan peleburan lanjut didapatkan Copper Cathode. Sedangkan sisa yang ada di anoda disebut dengan “Anode Slime”.

Sampai saat ini belum ada pengolahan Anode Slime di Indonesia dengan Recovery >99,2% sehingga anode slime yang dihasilkan oleh PT. Smelting pun saat ini masih dimurnikan (dijual) ke luar negeri. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengambil Au, Ag dan logam jarang yaitu jalur hidrometalurgi dan jalur paduan piro-hidrometalurgi. Mudah-mudahan ke depan Indonesia mempunyai dan bisa mengolah dari bijih hingga dihasilkan logam murni baik Cu, Au, Ag, Pd, Se dll. Masalah yang ada bukanlah masalah teknologi karena banyak orang Indonesia yang pandai dan sudah berpengalaman. Masalah terbesar adalah kekuatan pendanaan serta kekuatan kemauan dan politik.

Tuesday, January 6, 2009

Pengolahan Bijih Uranium


Bijih uranium memang jarang dijumpai di dunia ini, namun begitu ada beberapa tempat yang memang kaya dengan bijih tersebut. Bijih ini merupakan bijih radioaktif, sehingga uranium sering dijumpai pada daerah yang gersang karena pepohonan tidak bisa hidup dengan baik di daerah yang kandungan uraniumnya tinggi. Di Indonesia mungkin ada beberapa tempat yang mengindikasikan adanya bahan raioaktif ini salah satunya tempat yang ada di Jawa Timur yang relatif gersang. Beberapa macam bijih uranium yang sering dijumpai:
1. Coffinit : U(SiO4)­(1-x)(OH)4x
2. Gummit : UO3∙nH2O
3. Bequerelit : 2UO3∙3H2O
4. Uraninit : UO2
5. Pitchblende : U3O8
Selain beberapa macam bijih di atas, masih ada lagi bijih uranium dengan valensi 6+ yaitu: Carnotit, Schroecingenit, Zippeite, Uranopilit, Johannite. Bijih yang sering dijumpai adalah Uraninit (UO2) dan Pitchblende (U3O8) dengan kadar di alam sekitar 1%.

Ada beberapa cara pelindian yang bisa digunakan untuk meningkatkan kadar uranium ini, yaitu:
1. Cara Asam (H2SO4)
2. Cara Alkali Karbonat (Na2CO3 + NaHCO3)
Mekanisme reaksi secara elektrokimia menurut Habashi & Thurston, th 1967:








Gambar 1. Mekanisme Reaksi Secara Elektrokimia



Pelindian Cara Asam (H2SO4)

Leaching Agent:
H2SO4 encer untuk mineral yang mudah larut
H2SO4 pekat untuk mineral yang sulit larut

Metoda Leaching:
Agitation leaching dalam Dorr Agitator/Pachuca Tank
Pressure leaching untuk Refractory Ore kalau ada mineral sulfida (misal Pirit FeS2) dapat dihasilkan H2SO4 secara “in-situ”
Percolation leaching, In-situ dan heap leaching untuk low grade dengan bantuan bakteri

Reaksi Leaching:
1. Oksidator O2


UO2(s) + 2H+ + ½ O2 = UO22+ + H2O


2. Oksidator MnO2 atau NaClO3


a. 2Fe2+ + MnO2 + 4 H+ = 2 Fe3+ + Mn2+ + 2 H2O

6Fe2+ + ClO3- + 6 H+ = 6 Fe3+ + Cl- + 3 H2O
b. UO2(s) + 2 Fe3+ = UO22+ + 2 Fe2+


3. Oksidator Thiobacillus Ferrooxidans (Th.f) dan Ferrobacillus Ferrooxidans (F.f)


2Fe2+ + 2 H+ + ½ O2 = 2 Fe3+ + H2O (memakai Th.f dan F.f)
UO2 + 2 Fe3+ = UO22+ + 2 Fe2+


4. Oksidasi Pirit (FeS2)


2 FeS2 + 7O2 + 2H2O = 2 FeSO4 + 2 H2SO4 (Menggunakan Th.f)
2 FeSO4 + H2SO4 + ½ O2 = Fe2(SO4)3 + H2SO4 (Menggunakan Th.f dan F.f)


Reaksi Total: 2 FeS2 + 15/2 O2 + H2O à Fe2(SO4)3 + H2SO4 (Menggunakan Th.f dan F.f)


Pelindian Cara Alkali Karbonat (Na2CO3 + NaHCO3)

Reaksi Leaching:


UO2(s) + 3Na2CO3 + H2O + ½ O2 = Na4[UO2(CO3)3] + 2 NaOH
U3O8(s) + 9 Na2CO3 + 3 H2O + ½ O2 = 3 Na4[UO2(CO3)] + 6 NaOH
K2O∙2UO3V2O5∙3H2O(s) + 6 Na2CO3 = 2 NaU[UO2(CO3)3] + K2CO3 + 2 NaVO3 + 2 NaOH + H2O


Karena adanya [OH-], maka ada kemungkinan pengendapan Na2U2O7 (Na-diuranat) mengikuti reaksi:



2UO2(CO3)34- + 6 OH- + 2 Na+ = Na2U2O7(s) + 6 CO32- + 3 H2O



Dapat dihindari dengan penambahan bi-karbonat (NaHCO3) yang akan mengurangi jumlah OH- sehingga bisa terkendali.


OH- + HCO3- = CO32- + H2O




Recovery

Recovery dari ion uranium terlarut bisa dilakukan dengan menggunakan Ion Exchange yang diikuti dengan elution seperti contoh berikut:


2 Fe2+ + MnO2 + 4 H+ à 2 Fe3+ + Mn2+ + 2H2O
UO2(s) + 2Fe3+ à UO22+ + 2 Fe2+
UO2+ + n SO42- = UO2(SO4)n2-2n (n = 1, 2 atau 3)
Misal n=3 à UO2(SO4)34-
Ion Exchange : 4 R+X- + [UO2(SO4)3]4- = (R+)4UO2(SO4)34- + 4X-
X- : Cl- atau NO3


Selain dengan Ion Exchange, recovery juga bisa dilakukan dengan menggunakan Solven Extraction:







Gambar 2. Skema Solven Extraction



Diagram alir proses pengolahan uranium dengan pelindian cara asam dapat dilihat pada gambar 3. Contoh yang diambil adalah proses di Daggafontein Mill, Afrika Selatan dengan umpan residu sianidasi bijih emas.






Gambar 3. Contoh Diagram Alir Cara Asam di Daggafontein, Afrika Selatan